Reflleksi atas Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Konsep tabula rasa yang digaungkan oleh John Locke, adalah konsep yang saya pahami dan saya lakukan ketika pertama kali mengajar. Namun lambat laun, dengan semakin banyak informasi yang saya peroleh, muncul pertanyaan dalam diri, apakah benar konsep tabula rasa ini bisa diterapkan kepada anak didik kita? 

Munculnya teori kecerdasan majemuk yang pertama kali dilontarkan oleh Howard Gardner, semakin memperkuat keyakinan penulis bahwa anak didik bukanlah sebuah kertas kosong, namun mereka sebenarnya sudah memiliki kemampuan dasar yang perlu kita kembangkan. 

Terkait dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara, awalnya yang dipahami adalah bahwa seorang guru adalah seorang pamong dengan 3 (tiga) asas yang dipegang, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing madya mangun karso, dan Tut wuri Handayani. Guru harus bisa menjadi pendorong, pemberi semangat dan juga sebagai panutan bagi anak didiknya. Asas tri-con ini yang selalu penulis pegang dan jadikan acuan ketika mendidik siswa di kelas maupun di sekolah.

Setelah mempelajari modul 1.1 tentang pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara, penulis merasa sangat terbuka kembali wawasannya. Pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara ternyata sangat modern, bahkan telah dipersiapkan untuk menghadapi tantangan pada masa yang akan datang. 

Pertama, KHD menyebutkan bahwa pendidikan harus melihat kodrat alam dan kodrat zaman, artinya kita sebagai pendidik harus bisa menyesuaikan bagaimana kondisi alam dan kondisi zaman saat ini. Pendidikan pada tahun 1980-an, tentu akan sangat berbeda dengan pendidikan pada tahun 2000-an, dan akan berbeda pula dengan tahun 2020-an. Tantangan inilah yang harus dipersiapkan oleh pendidik bagaimana mendidik siswa sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya.

Kedua, menurut KHD, anak bukanlah kertas kosong, tetapi anak adalah kertas yang sudah berisi tulisan  yang samar-samar atau garis-garis tipis, guru harus berupaya menebalkan tulisan dan garis tersebut agar anak didik mampu menemukan kodrat/bakatnya yang paling kuat. Peran guru sebagai pendidik disini adalah sebagai penuntun, untuk menuntun anak didik mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

Ketiga, KHD mengungkapkan bahwa anak didik harus menjadi anak yang merdeka. Merdeka disini memiliki arti bahwa anak harus mampu berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain. Keempat, KHD menyebutkan bahwa pendidikan harus "berhamba" pada anak. Artinya guru harus bisa memusatkan  proses pembelajaran di kelas pada siswa, artinya guru berperan sebagai fasilitator. Dengan dipusatkan pada siswa, maka akan lebih banyak melatih daya nalar, berpikir kritis serta mampu melatih siswa untuk berkolaborasi dalam pembelajaran. Hal ini akan sangat membantu proses dalam memerdekakan siswa.

Selama ini penulis lebih banyak melakukan pembelajaran dengan terpusat pada guru. Dengan semakin dipahaminya pemikiran pendidikan KHD, membuat penulis merasa bahwa selama ini apa yang sudah dilakukan pada siswa, ternyata banyak belum sesuai dengan pemikiran KHD. Seharusnya, pembelajaran yang dilakukan adalah pembelajaran yang lebih berpusat pada siswa, agar siswa mampu memunculkan bakat yang dimilikinya, guru adalah penuntun bagi siswa untuk menemukan dan memunculkan bakat yang dimiliki siswa tersebut. Selain itu, dalam pembelajaran, jangan memaksa anak untuk paham seluruh materi yang diberikan, karena tidak semua anak memiliki kodrat/bakat  yang sama dalam materi tersebut. Yang perlu dipahami oleh anak didik adalah mereka minimal mengenal konsep dasarnya, jika mereka telah mandiri, dan merasa perlu mengembangkan, maka akan dengan sendirinya mereka mencari pengembangan akan materi tersebut. Kemerdekaan setiap siswa harus kita jungjung, namun tetap kita arahkan agar mereka selamat dan bahagia.

Komentar

Sahid's mengatakan…
Setuju dengan yang disampaikan penulis, bahwa pendidikan merupakan proproses pengembangan potensi individu sesuai dan bakat individu. Hal ini berdasarkan pengalaman dan aplikasi konsep pengetahuan untuk memecahkan masalah yang ditemui dalam kehidupan. Sehingga pembelajaran yang dilakukan berdasarkan pendekatan individual, yang sesuai dengan kebutuhan pada tahap perkembangan setiap individu.
N.Diana mengatakan…
Luar Biasa tulisan yang bagus dan menginspirasi,teori akan terus berkembang namun pemikiran dari KHD akan terus sesuai dengan teori perkembangan sampai kapanpun.

Postingan populer dari blog ini

MEMBANGUN BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH

JURNAL REFLEKSI MODUL 1.2

Budaya Positif - Aksi Nyata Modul 1.4