MEMBANGUN BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH

 Budaya positif yang dipelajari pada modul 1.4 ini, telah mengubah paradigma berpikir saya menjadi jauh lebih terbuka tentang posisi guru dan murid, apalagi jika dikaitkan dengan materi pada modul-modul sebelumnya. 

Dalam membangun sebuah budaya positif di kelas/sekolah, maka kita harus memahami terlebih dahulu bagaimana filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara (KHD). Filosofi pendidikan Menurut KHD adalah
1. Pendidikan adalah menuntun, menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
2. Pendidikan yang menghamba kepada murid atau pendidikan yang berpihak pada murid sesuai dengan kodrat yang dimiliki oleh murid,
3. Guru adalah petani, seorang pendidik diibaratkan oleh KHD sebagai seorang petani yang hanya bisa menuntun tumbuh kembangnya benih tanaman. 
4. Murid bukan Tabula Rasa, murid bukan kertas kosong yang dapat diisi dengan coretan ssesuai keinginan guru, tetapi murid adalah kertas yang sudah berisi tulisan namun masih samar-samar, tugas guru lah untuk memperjelas tulisan tersebut, sehingga kodrat anak akan semakin terlihat.

Dari Filosofi pendidikan KHD di atas maka seorang guru atau pendidik harus memiliki nilai dan dapat menjalankan perannya supaya dapat menuntun tumbuh kembangnya kodrat anak untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. 
Nilai yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah :
1. Mandiri
2. Reflektif
3. Inovatif
4. Kolaboratif
5. Berpihak pada Murid 
Sedangkan peran yang harus bisa dijalankan oleh seorang guru adalah :
1. menjadi pemimpin pembelajaran
2. Menjadi coach bagi guru lain
3. Mendukung kolaborasi
4. Mewujudkan kepemimpinan murid
5. Menggerakan komunitas praktik

Setelah memahami nilai dan peran seorang guru, maka untuk membentuk budaya positif, guru harus memiliki visi murid seperti apa yang diharapkan pada masa yang akan datang.Visi ini menjadi pegangan utama guru dalam membentuk karakter murid ideal. Dalam membangun visi, guru fokus pada kekuatan yang ada, bukan pada kelemahan. Metode ini disebut inquiry apresiatif. Penerapan inquiry apresiatif dalam menyusun visi dengan menggunakan tahapan BAGJA. tahapan yang perlu dilakukan adalah :
1. Buat pertanyaan
2. Ambil pelajaran
3. Gali mimpi
4. Jabarkan rencana
5. Atur ekseskusi

 Dalam penyusunan visi menggunakan tahapan BAGJA tersebut, untuk mencapai visi yang telah dibuat, secara tidak langsung guru sudah mulai membangun pembiasaan positif di kelas/sekolah. Pembiasaan positif ini akan muncul menjadi sebuah budaya positif. Budaya positif dapat mendorong siswa untuk berpikir secara kritis, bertindak dan menciptakan karya. Kegiatan tersebut dapat membantu siswa dalam proses memerdekakan dirinya sehingga bisa lebih mandiri dan bertanggung jawab.

Budaya akan terbangun dengan sendirinya apabila telah dilakukan pembiasaan yang terus-menerus dan konsisten yang dilakukan oleh seluruh warga sekolah.

Terkait dengan materi budaya positif yang saya pelajari, yaitu: disiplin positif, teori kontrol,  teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi, ada banyak ilmu yang baru bagi saya secara pribadi. Prinsip-prinsip yang dipelajari cukup mendalam, dan aplikatif serta sangat berguna bagi seorang pendidik. Hal yang sangat menarik bagi saya adalah terkait dengan hukuman dan penghargaan, yang menyebutkan bahwa penghargaan dapat menghukum, serta penghargaan dapat menurunkan motivasi dan kreatifitas. Sebelumnya saya berpikir bahwa penghargaan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, namun setelah mempelajari materi ini, saya jadi berpikir bahwa dengan penghargaan, bisa jadi siswa hanya akan berupaya sekedarnya hanya untuk mendapat penghargaan saja, tidak ada motivasi untuk lebih berkembang lagi. Selain itu, posisi kontrol guru juga menjadi sebuah ilmu baru bagi saya, mengingat terkadang saya mengambil posisi sebagai perilaku kontrol negatif yang akan membentuk identitas gagal bagi siswa ke depannya.

Setelah mempelajari materi ini dengan seksama, saya berpikir bahwa apa yang dilakukan oleh setiap murid pasti memiliki tujuan (untuk memenuhi kebutuhannya), guru harus bisa mengungkap kebutuhan murid tersebut dan berupaya memenuhi kebutuhannya (langsung atau tidak langsung), dan seorang guru harus mampu mengambil peran sebagai manager atau sebagai pemantau. Dalam membangun budaya positif di kelas atau sekolah, maka harus dibangun keyakinan kelas atau sekolah terlebih dahulu, sehingga setiap tindakan yang dilakukan akan berdasarkan pada keyakinan tersebut.

Saat mencoba melakukan implementasi konsep yang telah dipelajari dalam lingkup kelas yang dipegang, saya merasa lebih memanusiakan murid, lebih dapat menggali apa yang diinginkan oleh mereka serta bisa lebih memahami kenapa mereka melakukan hal tersebut. Selain itu dengan mencoba menerapkan segitiga restitusi, siswa merasa lebih dihargai, sehingga mereka tidak merasa sedang dihukum.

Dalam penerapan konsep yang dipelajari, beberapa hal yang sudah dirasa baik adalah bagaimana restitusi dapat mengeksplorasi lebih jauh kenapa seorang siswa melakukan suatu kesalahan tanpa menunjukan kesalahan siswa itu secara langsung. Namun ada juga beberapa hal yang perlu ditingkatkan, terutama terkait dengan kebiasaan lama yang suka mengambil posisi sebagai penghukum. ini yang harus lebih dihindarkan. Selain itu yang perlu ditingkatkan adalah keyakinan kelas/sekolah yang belum terbentuk.

Seperti yang sudah disampaikan di atas, biasanya saya sering mengambil posisi kontrol sebagai penghukum, pembuat rasa bersalah atau sebagai teman. Perasaan saya saat menggunakan posisi kontrol sebagau penghukum dan pembuat rasa bersalah, merasa agak kurang nyaman setelah melakukan hal tersebut. hal itu berbeda ketika mengambil posisi kontrol sebagai teman, disini saya melihat siswa lebih menerima dan tidak ada perasaan kesal dari siswa terhadap apa yang saya sampaikan.  Setelah saya mempelajari modul ini, saya berupaya mengambil posisi kontrol sebagai manajer. Yang saya rasakan ketika mengambil posisi kontrol sebagai manajer adalah saya merasa lebih menghargai murid dan lebih memanusiakan murid. 

Sebelum mempelajari modul ini, memang beberapa kali pernah menggunakan segitiga restitusi, namun tidak lengkap. Tahap yang paling sering saya terapkan adalah tahap menstabilkan identitas. Praktek yang saya lakukan adalah dengan mengatakan "Nak, kamu sepertinya gak percaya kalau kamu telah melakukan itu ya?" atau dengan mengatakan "kamu sepertinya gak sengaja ya sehingga terjadi seperti itu?" 

Selain konsep yang disampaikan pada modul ini, hal lain yang penting menurut saya adalah bagaimana membangun kolaborasi dengan warga sekolah dalam membangun keyanikan kelas/sekolah. selain itu dibutuhkan dukungan dari stakeholder dalam membangun budaya positif di sekolah. Selama ini apa yang telah saya lakukan untuk membangun budaya positif seringkali terkendala dengan sikap warga lainnya yang terkesan tidak peduli, sehingga saat sebuah aturan diterapkan, muncul ganjalan dari guru yang lain. Untuk itu, maka diperlukan kolaborasi yang saling membangun diantara warga sekolah untuk membangun budaya positif di sekolah.

Berikut ini salah satu bentuk implementasi segitiga restitusi yang dilakukan di sekolah

https://youtu.be/i7CSs5_fjIk

Terima kasih

Komentar

Shiena mengatakan…
Siip deh, mantap.

Postingan populer dari blog ini

JURNAL REFLEKSI MODUL 1.2

Budaya Positif - Aksi Nyata Modul 1.4