Postingan

KONEKSI ANTAR MATERI Modul 3.1 : Pengambilan Keputusan

Sebagai guru, kita sudah sering mendengar dan bahkan memahami filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Protap Triloka, yaitu, Ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, dan tut wuri handayani. Apabila protap Triloka kita kaitkan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin, maka protap triloka ini menjadi semacam panduan atau sandaran ketika melakukan pengambilan keputusan yang berpihak pada murid. Setiap keputusan yang diambil seyogyanya dapat memberikan dorongan, motivasi dan menjadi contoh bagi murid, sehingga murid menjadi lebih berkembang.  Dalam melakukan pengambilan keputusan, bagi saya pribadi, yang menjadi acuan pertama adalah peraturan yang berlaku, selanjutnya adalah nilai atau prinsip kebajikan yang menjadi acuan pada diri kita sendiri. Sehingga hasil pengambilan keputusan yang diambil sudah barang tentu akan terpengaruh oleh nilai-nilai yang kita anut. Apabila kita hubungkan antara materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan coaching yang dilak

Coaching untuk Supervisi Akademik - Koneksi Antar Materi Modul 2.3

 Di awal pembelajaran modul 2.3 ini, saya berpikir bahwa yang dimaksud coaching disini tidak jauh berbeda dengan fasilitator atau trainer. Namun ternyata, makna coach disini jauh berbeda dari yang saya asumsikan di awal. Perbedaan ini sedikit membuat saya kaget, karena posisi coach yang dianggap berbeda, tetapi setelah mempelajari lebih jauh tentang materi ini, saya seperti mendapat cahaya baru, tentang cara bagaimana mengembangkan orang lain tanpa harus mengatur orang tersebut. Karena jelas disebutkan pada materi sebelumnya tentang teori kontrol, kita tidak bisa mengatur orang lain agar seperti yang kita inginkan, namun kita hanya bisa mengatur atau mengontrol diri kita senditi. Berada pada posisi ini membuat saya merasa lebih nyaman dan senang.  Selama proses belajar berlangsung,saya mencoba melibatkan diri sepenuhnya agar lebih bermakna dalam menyerap informasi baru ini. Menghadirkan diri, pikiran dan perasaan selama mempelajari modul ini cukup membuka mata dan pikiran saya untuk te

Budaya Positif - Aksi Nyata Modul 1.4

Sebuah pertanyaan yang seringkali muncul dihadapan kita terkait dengan karakter siswa adalah bagaimana membangun karakter siswa? Pertanyaan ini memang sangat lazim dilontarkan belakangan ini mengingat sekarang ini seiring dengan perkembangan teknologi banyak anak yang mengalami krisis karakter karena anak-anak tersebut mengikuti budaya luar tanpa memahami apa yang ada dari budaya tersebut. Untuk membangun kembali karakter, maka kita harus membangun terlebih dahulu budaya positif. Lingkungan sekolah adalah salah satu lingkungan yang memiliki waktu cukup panjang bagi anak-anak dalam bersosialisai, sehingga sekolah bisa menjadi tolak ukur dalam membangun karakter dengan membangun budaya positif. Untuk membangun budaya positif di sekolah, tidak serta merta dapat dilakukan secara sekaligus, harus ada pemahaman yang seragam terlebih dahulu dari semua unsur yang terlibat di sekolah. Dalam membangun pemahaman yang seragam tersebut, perlu dilakukan sosialisasi dan diseminasi budaya positif di l

Pembelajaran Berdiferensiasi - Koneksi Antar Materi Modul 2.1

 Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang mengedepankan pemenuhan kebutuhan siswa dalam belajar dan dilakukan secara terus-menerus. Pembelajaran diferensiasi sangat dapat dilakukan dalam kegiatan pembelajaran di kelas kita, dengan melihat kebutuhan siswa. Kebutuhan siswa yang dapat kita penuhi dengan melakukan pembelajaran diferensiasi adalah dengan melihat pada gaya belajar siswa, kesiapan belajar siswa, serta minat siswa. Pembelajaran berdiferensiasi menjadi sangat penting untuk diterapkan jika kita melihat kembali pada filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara. Menrut Ki Hajar Dewantara, murid diibaratkan sebagai benih tanaman yang memiliki kodrat masing-masing. Guru diibaratkan sebagai petani yang harus membimbing agar benih tersebut dapat tumbuh dengan baik. Maka dari itu sebagai seorang guru, harus bisa melihat dan memperhatikan kebutuhan siswa dalam belajarnya sehingga dengan pembelajaran diferensiasi kebutuhan siswa ketika belajar akan terpenuhi yang mengakibatkan sis

MEMBANGUN BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH

 Budaya positif yang dipelajari pada modul 1.4 ini, telah mengubah paradigma berpikir saya menjadi jauh lebih terbuka tentang posisi guru dan murid, apalagi jika dikaitkan dengan materi pada modul-modul sebelumnya.  Dalam membangun sebuah budaya positif di kelas/sekolah, maka kita harus memahami terlebih dahulu bagaimana filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara (KHD). Filosofi pendidikan Menurut KHD adalah 1. Pendidikan adalah menuntun, menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. 2. Pendidikan yang menghamba kepada murid atau pendidikan yang berpihak pada murid sesuai dengan kodrat yang dimiliki oleh murid, 3. Guru adalah petani, seorang pendidik diibaratkan oleh KHD sebagai seorang petani yang hanya bisa menuntun tumbuh kembangnya benih tanaman.  4. Murid bukan Tabula Rasa, murid bukan kertas kosong yang dapat diisi dengan coretan ssesuai keinginan guru, tetapi murid adalah kertas yang sudah berisi tulisan

JURNAL REFLEKSI MODUL 1.2

  Pada pembelajaran tentang nilai dan peran guru penggerak, saya mendapatkan pencerahan kembali terkait dengan apa itu nilai peran guru penggerak.  Nilai yang harus dimiliki oleh guru penggerak adalah berpihak pada murid, mandiri, inovatif, kolaboratif dan reflektif. Materi ini cukup memberikan "sentilan" pada saya bahwa selama ini, sebagai seorang guru, saya belum mampu memberikan pendidikan yang berpusat pada murid, serta hampir tidak pernah melakukan refleksi terhadap apa yang telah dilakukan. Kondisi tersebut mengakibatkan pengembangan proses pembelajaran yang saya lakukan menjadi monoton.  Selain memahami nilai guru penggerak, disini juga mempelajari tentang peran guru penggerak. Peran yang harus dijalankan oleh guru penggerak adalah 1) menjadi pemimpin pembelajaran, 2) menggerakan komunitas praktisi, 3) menjadi coach bagi guru lain, 4) mendorong kolaborasi antar guru, dan 5) mewujudkan kepemimpinan murid. Selama mempelajari peran guru penggerak, saya berpikir bagaimana

SEBUAH CATATAN DARI MODUL 1.2 PGP

 Ketika mempelajari modul 1.1 dan 1.2, momen terpenting yang saya dapat adalah ketika mengetahui bahwa pemikiran KHD tentang pendidikan ternyata sangat mendalam dan bahkan sangat futuristik. Bahasa sederhana namun futuristik adalah berkaitan dengan bahwa pendidikan harus memperhatikan kodrat alam dan kodrat jaman. Selain itu, pemikiran yang mengatakan bahwa pendidikan harus berpusat pada anak juga cukup membuat saya tercerahkan, bahwa dengan pembelajaran yang berpusat pada anak, maka anak sudah bisa dipastikan bukanlah kertas kosong yang dapat diisi sesuai keinginan guru (bukan tabula rasa), padahal konsep tabula rasa sebelumnya merupakan konsep yang selalu saya pegang dalam mendidik siswa. Kaitan antara modul 1.1 dan 1.2 yang saya fahami adalah bahwa untuk mencapai cita-cita luhur pendidikan seperti yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara, maka nilai dan peran guru penggerak harus menjadi dasar bagi setiap guru ketika mendidik anak. Sebagai seorang guru yang memandang bahwa siswa buk